Kemitraan multi pihak untuk pembangunan berkelanjutan di Papua terus dilakukan oleh Universitas Cenderawasih (Uncen) . Kali ini, Uncen menggandeng Partnership-ID dan dihadiri berbagai stakeholder pembangunan Papua, mulai dari pemerintah daerah, perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Papua, akademisi hingga mahasiswa.
Kemitraan multi pihak, menurut Rektor Uncen, Apolo Safanpo adalah jalan keluar untuk mencapai kesejahteraan rakyat Papua. Dalam hal ini, semua pihak di Bumi Cenderawasih harus memahami dan menjalankan konsep kemitraan dengan baik, untuk mencapai tujuan bersama yaitu kesejahteraan bagi rakyat Papua.
“Melalui kemitraan dan kolaborasi yang baik, maka potensi yang dimiliki Papua bisa dikembangkan menjadi aktivitas konkret yang akan memajukan Papua menjadi besar dengan tujuan bersama,” kata Apolo dalam kegiatan yang digelar di Gedung Rektorat Uncen, Waena, Kota Jayapura, Rabu 30 Mei 2018.
Apolo menambahkan dalam membangun Papua, pendekatan kemitraan menekankan masyarakat Papua harus berdaya, karena tidak mungkin orang lain yang membuat masyarakat Papua sejahtera.
Vice Presiden Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama yang turut memberikan sambutan dalam kegiatan itu menyebutkan kemitraan yang dijalankan dengan baik adalah modal untuk Papua lebih maju lagi.
Dalam hal ini, PT Freeport menyadari bahwa kemitraan sangat penting untuk mendorong kesejahteraan rakyat Papua, serta mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan yang diinginkan.
Seperti halnya, saat Freeport membuka pertambangan awal di Papua pada 1967. Saat tak ada mitra lain yang bisa diajak bekerjasama, Freeport membangun sejumlah sarana dan infrastruktur seperti klinik, rumah sakit dan sekolah.
“Ketika akhirnya ada mitra yang bisa diajak berkolaborasi, kami mulai membangun kemitraan. Tapi, tanpa partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam program, hasil yg dicapai juga tak maksimal,” kata Riza.
Sampai saat ini, Freeport masih mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan, sebagai bagian integral operasi perusahaan. Harapannya, kontribusi Freeport dapat menjadikan pembangunan yang berkelanjutan dan bukan sekedar hibah.
“Kesejahteraan masyarakat dan perlindungan lingkungan di Papua merupakan tanggung jawab semua pihak. Menjadi lebih penting, kita semua dapat memahami tentang kemitraan yang setara. Harapannya akan lebih banyak lagi komunikasi dan koordinasi, untuk membangun Papua yang lebih baik dan lebih sejahtera,” tutur Riza.
Health Specialist Papua Zone Wahana Visi Indonesia (WVI), Michael Bantung memaparkan pegalaman organisasinya dalam bermitra dengan masyarakat Papua dalam rangka meningkatkan level kesehatan.
“Kami tahu bahwa tenaga kesehatan maupun fasilitas kesehatan terbatas. Kami pun membuat program untuk melatih masyarakat agar memiliki kemampuan dasar untuk menangani balita yang sakit, hingga masalah pendidikan di Papua,” ujarnya.
Tak hanya WVI yang memaparkan kemitraannya di Papua, dalam kegiatan tersebut juga hadir petinggi WWF, Benja Mambai; ada juga Lembaga Nirudaya yang aktif melakukan pendampingan dan sejumlah tokoh Papua lainnya.
Pendiri Partnership-ID, Erna Witoelar yang memberikan keynote speech pada kegiatan ini menyebutkan pembangunan Papua akan mendapatkan manfaat dengan kemitraan multi-pihak berbasis sustainable development goals (SDGs).
Dalam proses pembentukan SDGs, maka dunia usaha yang sangat aktif melakukan berbagai perubahan. Karena perusahaan-perusahan yang bagus tidak mau lagi hanya berbicara mengenai bicara profitnya, namun perusahaan juga bicara mengenai prosperity dan peace.
Duta Besar Khusus PBB untuk MDGs (Tujuan Pembangunan Milenium) di Asia Pasifik (2003-2007) ini menekankan bahwa kemitraan yang dibicarakan dan menjadi konsep dalam SDGs berbeda dengan kemitraan dalam MDGs.
“MDGs itu hubungannya antara negara donor dengan negara mitra, sementara semangat kemitraan dalam SDGs ini adalah kesetaraan,” kata Erna.
Erna yang juga mantan Menteri Pemukiman dan Pengembangan Wilayah ini menggaris bawahi mengenai pentingnya pemilihan sektor prioritas dalam menjalankan SDGs. Menurutnya dari 17 target SDGs, harus dipilih prioritas. Pencapaian target SDGs tidak akan berjalan dengan baik kalau perusahaan mengambil terlalu banyak prioritas akan memudahkan membangun kemitraan dalam SDGs.
Ia mencontohkan Institut Pertambangan Nemangkawi (IPN) yang dibangun oleh Freeport bisa dikembangkan dalam kemitraannya. Kampus-kampus lain bisa datang ke sana untuk berkerjasama. Karena IPN fokus menyediakan tenaga kerja yang memiliki skill tinggi yang tidak semuanya harus masuk ke Freeport.
Senior IPN, Soleman Faluk yang menjadi salah satu pembicara menjelaskan IPN dan Freeport bermitra dengan masyarakat dalam menyiapkan tenaga terampil di sektor pertambangan serta minyak dan gas bumi.
“Kalau kami berjalan sendiri tak akan berjalan maksimal bagi peningkatan SDM. Padahal potensi industri tambang serta migas sangat terbuka untuk anak muda Papua. Kami menjalankan fungsi link and match,” kata Soleman.
Berita ditayangkan di: Kabarpapua.co <klik di sini>